PENERAPAN KEBIJAKAN HAKIM BERSERTIFIKAT LINGKUNGAN (PEMENUHAN HAK SPIRITUAL HAKIM DALAM MEWUJUDKAN EKOKRASI DI INDONESIA)
Permasalahan lingkungan di Indonesia telah mencapai tahap yang memprihatinkan. Penyelesaian sengketa lingkungan yang masih jauh dari harapan masyarakat salah satu penyebabnya adalah karena bangunan struktur hukum dan budaya hukum yang lemah. Menanggapi hal tersebut, pada tahun 2011, Mahkamah Agung m...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | UMS Journal (OJS) |
Language: | eng |
Published: |
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2019
|
Online Access: | https://journals.ums.ac.id/index.php/laj/article/view/7395 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Permasalahan lingkungan di Indonesia telah mencapai tahap yang memprihatinkan. Penyelesaian sengketa lingkungan yang masih jauh dari harapan masyarakat salah satu penyebabnya adalah karena bangunan struktur hukum dan budaya hukum yang lemah. Menanggapi hal tersebut, pada tahun 2011, Mahkamah Agung menerbitkan aturan tentang sertifikasi hakim lingkungan. Dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 134/KMA/SK/IX/2011 mengharuskan perkara lingkungan hidup ditangani oleh hakim yang bersertifikat lingkungan. Seharusnya dengan hadirnya kebijakan ini, perkara lingkungan dapat terselesaikan di ranah litigasi dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan kebijakan hakim bersertifikat lingkungan dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia dan mendeskripsikan kebijakan hakim bersertifikat lingkungan dalam pemenuhan hak spiritual hakim dalam mewujudkan ekokrasi di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan juga pendekatan konseptual (conceptual approach). Selain itu juga digunakan pendekatan kasus (case approach). Digunakan pula pendekatan secara filosofis dalam mengkaji nilai-nilai baik nilai keadilan, nilai kemanfaatan maupun nilai kepastian hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Praktek judicial activism bagi hakim yang bersertifikat lingkungan dalam menyelesaikan perkara lingkungan mutlak diperlukan, yakni mengarah pada pijakan transformatif bagi hakim dalam menyelesaikan sengketa lingkungan dengan perspektif transendental. |
---|